Renungan Harian: Jumat, 13 Juni 2025 - Gema

Renungan Harian Jumat, 13 Juni 2025 - Gema
Jumat, 13 Juni 2025

Gema

Bacaan Alkitab: Filipi 4:8

Saya pertama mengenal gema ketika pada suatu kali ayah saya mengajak saya ke atas gunung saat saya masih kecil. Di sana ia menyuruh saya mencoba meneriakkan sesuatu. Betapa kagetnya saya mendengar suara saya kembali terdengar berulang-ulang. Ayah saya hanya tertawa dan kemudian menjelaskan bahwa itu adalah gema atau echo, sebuah refleksi atau pantulan suara kita yang terjadi ketika gelombang suara kita menumbuk suatu permukaan. Fenomena echo atau gema ini memang menakjubkan. Saat itu pun saya kemudian berulang-ulang meneriakkan sesuatu dan kemudian merasa senang ketika saya kembali mendengarkan pantulannya kembali kepada saya. Apapun yang saya teriakkan akan kembali persis sama. Jika saya meneriakkan "Halo", makan yang kembali pun pasti "Halo", dan tidak akan pernah "apa kabar" atau kata lainnya. Itulah fenomena gema, yang sebenarnya bisa kita aplikasikan pula dalam kehidupan kita.

Seperti echo atau gema tadi, apa yang kita teriakkan kepada diri kita sendiri akan kembali kepada kita. Jika kita meneriakkan kata-kata negatif kepada diri kita, maka itulah yang akan terbentuk dalam diri kita. Apa yang kita katakan kepada orang lain pun bisa sedikit banyak mempengaruhi mereka. Apakah kita mengeluarkan kata-kata membangun, menyemangati dan memotivasi, atau merendahkan, mematahkan semangat atau menyepelekan, itu akan memberi pengaruh kepada mereka. Oleh karena itulah sangat penting untuk selalu berpikir atau mengatakan hal-hal yang positif, baik itu untuk orang lain, terutama untuk diri kita sendiri, agar kita terbentuk menjadi orang-orang yang bermental baja dan mampu memandang hidup dari perspektif yang positif pula. Dan itu sejalan dengan apa yang dikatakan firman Tuhan dalam Alkitab. Tidaklah gampang untuk menjadi seorang Paulus pada saat itu. Ia mengalami banyak penderitaan, namun ia tidak pernah surut untuk memotivasi para jemaat. Jika menyadari bahwa Tuhan menyertai kita, mengapa kita harus merasa pesimis dalam memandang hidup? Mengapa kita harus membiarkan citra diri kita terus semakin rusak, baik akibat perkataan orang lain atau perkataan diri kita sendiri yang negatif.

Seperti gema yang memantulkan kembali suara kita di atas gunung, siapkah kita menggemakan hal-hal yang benar, mulia, adil, suci, manis, sedap didengar, kebajikan, patut dipuji, dan sebagainya, ke dalam hidup kita?


“Berpikir benar dan positif akan membentuk citra diri yang benar dan positif pula”

0 Komentar